Contoh Tipu Muslihat dalam Zakat

Syaikh Prof. Dr. ‘Abdullah bin Jibrin memberikan beberapa contoh tipu muslihat yang marak di masyarakat untuk menggugurkan kewajiban zakat atau mengurangi nisab.
Lihat sebelumnya: Tipu Muslihat dalam Zakat
Contoh Tipu Muslihat dalam Zakat
Menghibahkan Harta Sebelum Haul: Seseorang menghibahkan harta yang telah mencapai nisab (batas minimal harta wajib zakat) kepada anak-anaknya atau orang lain, kemudian menariknya kembali setelah masa haul (satu tahun kepemilikan) berakhir. Tujuan hibah ini adalah mengurangi harta sehingga tidak mencapai nisab pada saat haul tiba. Tindakan ini dikenal sebagai hilah sabtiyyah (trik hari sabtu) yang dilakukan oleh Yahudi.
Di antara contoh lain tipu muslihat untuk menggugurkan kewajiban zakat, yaitu dengan cara menyedekahkan sebagian harta yang telah mencapai nisab, atau menguranginya sebelum sempurnanya haul.
Misalnya, seseorang memiliki uang sebesar 150 juta rupiah. Misalnya, nisab emas setara dengan sekitar 147 juta rupiah, sehingga hartanya sudah melewati batas nisab sebesar 3 juta rupiah. Lalu ia berkata dalam hatinya, “Lebih baik saya sedekahkan saja sebagian harta ini, daripada nanti wajib zakat.” Maka dengan itu, ia mengurangi jumlah hartanya agar tidak lagi mencapai nisab dan terhindar dari kewajiban zakat. Perbuatan semacam ini termasuk bagian dari hilah sabtiyyah, tipu muslihat yang dahulu dilakukan oleh orang-orang Yahudi.
Menjual atau Menukar Harta Ternak: Seseorang yang memiliki ternak yang wajib dizakati, misalnya 40 ekor kambing, dia menjual satu ekor sebelum haul selesai sehingga jumlahnya berkurang menjadi 39 ekor dan tidak mencapai nisab. Atau, dia menukar beberapa kambingnya dengan sapi, yang nisabnya berbeda, agar nisab kambingnya berkurang. Sehingga kambingnya tidak terkena zakat.
Mengubah Ternak Sa’imah Menjadi Ma‘lufah: Ternak sa’imah (yang digembalakan di padang rumput dan dikenai zakat) tiba-tiba dibuatkan kandang sehingga menjadi ma‘lufah (yang diberi makan di kandang, yang tidak diwajibkan zakat) sebelum haul berakhir, agar tidak wajib zakat.
Mengubah Harta Perniagaan Menjadi Aset Tetap: Ada yang melakukan tipu muslihat dengan cara menukar status kepemilikan propertinya. Misalnya, seseorang yang berjualan properti menghapus status “dijual” dan menggantinya menjadi “disewakan” tepat sebelum datangnya haul. Dua bulan kemudian, setelah masa sewa tidak laku, ia ubah lagi statusnya menjadi “dijual”. Begitu seterusnya, agar tidak terkena kewajiban zakat niaga. Padahal jika harta niaga berupa properti senilai dua miliar rupiah, zakatnya sekitar lima puluh juta rupiah. Dengan cara ini, ia berusaha menghindari zakat besar dan menggantinya dengan zakat kecil dari hasil sewa.
Tipu muslihat serupa juga dilakukan dengan menukar harta dagangan yang wajib dizakati menjadi harta yang tidak terkena zakat, seperti membeli pabrik atau kebun. Padahal, pabrik tersebut digunakan untuk menghasilkan keuntungan dari produksi maupun sewa, dan kebun itu pun dimanfaatkan untuk tujuan komersial. Dengan demikian, hakikatnya tetap merupakan harta yang berkembang yang wajib dizakati.
Menyembelih atau Menghadiahkan Ternak: Seseorang yang memiliki 121 ekor kambing (wajib zakat dua ekor) menyembelih atau menghadiahkan satu ekor sebelum haulnya sempurna, sehingga tersisa 120 ekor (wajib zakat satu ekor). Tujuannya adalah mengurangi kewajiban zakat.
Contoh lain, seseorang yang memiliki 25 ekor unta, ini memiliki kewajiban zakat unta bintu makhad (berumur satu tahun masuk dua tahun), dia menjual satu ekor sehingga tersisa 24 ekor unta, sehingga dia hanya mengeluarkan zakat empat ekor kambing saja.
Telah dijelaskan sebelumnya mengenai dalil yang mengharamkan tipu muslihat (hilah) dan pandangan yang membolehkannya, yang mana pandangan tersebut tidak dianggap dalam perselisihan (khilaf) yang muktabar.
Lihat: Tipu Muslihat dalam Zakat
Banyak orang yang lemah hati dan imannya mencari-cari celah dalam perselisihan yang sebetulnya bertentangan dengan dalil yang jelas (nash sharih) atau bertentangan dengan kesepakatan ulama (ijma). Khilaf semacam itu dinamakan ghairu muktabar (tidak dianggap) atau khilaf syadz (perselisihan yang menyimpang). Meskipun demikian, mereka tetap mencari pembenaran dengan mengatakan, “Ini kan ada khilaf,” padahal perselisihan tersebut tidak sah secara syariat.
Tipu muslihat ini bahkan sampai pada tingkat upaya menggugurkan kewajiban dari rukun Islam. Seorang tabi’in, Ayyub As-Sikhtiyani, berkata bahwa mereka menipu Allah, membohongi Allah, dan mengelabui-Nya sebagaimana mengelabui anak Adam. Seandainya mereka melakukannya secara terus terang, mungkin akan lebih ringan dosanya. Tindakan ini merupakan bentuk tipu muslihat dan makar yang paling buruk dan tercela.
Makhraj Syar’i (Jalan Keluar yang Sesuai Syariat)
Dalam Islam, terdapat istilah makhraj syar’i (jalan keluar yang syar’i), bukan hilah. Dalam kasus-kasus zakat, jika tujuannya bukan untuk lari dari kewajiban zakat, maka tidak ada masalah. Hanya ia dan Allah Jalla fi ‘Ula yang mengetahui isi hati. Apabila seseorang memang ingin memberikan hartanya kepada anak-anaknya atau bersedekah, dan tidak ada niat untuk menghindari kewajiban zakat, maka hal itu diperbolehkan.
Selanjutnya: Tipu Muslihat dengan Piutang Zakat
Ditrankrip oleh Tim LAZ Rabbani dari kajian Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi | Tashilul Fiqh Kamis, 20 Maret 2025 M \ 20 Ramadhan 1446 H
Bagikan Artikel
Tags
Artikel Terkait

Siapa Yang Wajib Mengeluarkan dan Berhak Menerima Zakat Fitrah?
Siapa Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah? Zakat fitrah wajib dikeluarkan atas setiap muslim dan muslimah, baik…

Ukuran Zakat Fitrah adalah Satu Sha’
Ukuran zakat fitrah adalah satu sha’ dari bur (gandum), atau dari sereal (sya’ir), atau dari tepung…

Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Disunahkan mengeluarkan zakat fitrah pada hari Id sebelum shalat. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar…
