Niat Zakat Fitrah

Niat dalam zakat fitrah adalah wajib karena zakat fitrah adalah ibadah. Ibadah tidak akan sah kecuali dengan niat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya setiap ibadah hanyalah tergantung pada niat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Misalnya, seseorang mengeluarkan beras satu sha’ (sekitar 3 liter) sejak awal sampai akhir Ramadhan karena memiliki kelebihan panen. Hari pertama ia memberikannya kepada keluarga Fulan, kepada keluarga di daerah timur pada hari kedua, dan kepada keluarga di arah barat pada hari ketiga. Begitu seterusnya sampai hari ke 30 juga mengeluarkan beras 3 liter. Pertanyaannya, mana yang zakat fitrah? Jawabnya adalah tergantung mana yang diniatkan sebagai zakat fitrah.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat fitrah boleh dikeluarkan sehari, dua hari, bahkan tiga hari sebelumnya. Berarti penunaiannya bisa dimulai sejak tanggal 28, 29, 30 Ramadhan, hingga sore hari tanggal 30.

Seseorang mengeluarkan tiga liter beras (satu sha’). Ia menetapkan hati untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas rezeki yang diperoleh, apalagi saat orang lain mengalami kegagalan panen. Status zakat fitrah tergantung pada niat. Oleh sebab itu, niat menjadi hal yang penting.

Jika seseorang meniatkan zakat fitrah pada malam ke-29, yang diharapkan sebagai malam Lailatul Qadar, ia boleh melakukannya. Berarti penyerahan sebelum dan setelah waktu tersebut hanyalah sedekah biasa. Niat berfungsi untuk membedakan antara sedekah biasa dengan sedekah fardhu (wajib).

Hal ini sama ketika seseorang menunaikan shalat dua rakaat. Niatlah yang membedakan antara shalat sunah qablal fajar (sunah fajar) dengan shalat Subuh (fardu). Ketika seseorang keluar dari kamar mandi dan melihat istrinya sedang shalat dua rakaat, ia bertanya-tanya apakah itu shalat sunah fajar atau shalat fardu. Penentu keabsahan dan jenis shalat itu adalah niatnya.

Niat memiliki kedudukan di dalam hati. Niat ini wajib ada saat seseorang membeli beras, yaitu berniat dalam hati, “Saya ingin berzakat.” Niat tidak perlu dilafalkan, misalnya dengan mengucapkan, “Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah dari diri saya dan dari diri orang-orang yang wajib saya nafkahi.” Niat adalah bahasa hati.

Lihat juga: Program Zakat Fitrah

Hati nurani seseorang tentu mengetahui tujuannya, apalagi jika beras yang dibeli sudah tertera label “beras zakat fitrah.” Meskipun terdapat berbagai pilihan beras lain dengan kemasan 5 kilo, 10 kilo, 25 kilo, dan 30 kilo, ia memilih yang telah dipersiapkan untuk zakat. Tentu saja, orang yang membeli beras yang ukurannya sudah dikemas khusus untuk zakat fitrah, sudah diketahui bahwa niatnya adalah zakat fitrah. Contohnya, jika penjual beras memberi tahu, “Pak, mengapa ukurannya kecil-kecil?” “Ini sudah ukuran satu zakat fitrah, Pak. Jadi, Bapak tidak perlu pusing lagi mengukur 3 liter.” Dengan membeli beras tersebut, niat membeli untuk zakat sudah ada, tetapi belum niat mengeluarkan. Niat zakat fitrah harus muncul ketika beras itu diserahkan, bukan berniat sebagai hadiah atau sedekah biasa pada hari-hari biasa.

Maka, siapa yang mengeluarkan zakat untuk orang dewasa selain dari anak-anaknya yang fakir dan istrinya, dan hal itu dilakukan tanpa perwakilan (wakil) dari orang dewasa tersebut, serta bukan karena kebiasaan yang terus berkelanjutan, zakatnya tidak sah. Hal ini karena tidak adanya niat ibadah dari orang dewasa yang wajib mengeluarkan zakat itu.

Kewajiban zakat fitrah berada pada pemberi nafkah dalam rumah, yaitu ayah atau suami. Istri tidak perlu berniat sendiri atau mengatakan, “Suamiku, aku berikan kuasa kepadamu untuk mengeluarkan zakat fitrahku.” Anak yang sudah dewasa, misalnya sudah SMA, tetapi belum mencari nafkah sendiri, zakatnya juga ditanggung oleh pemberi nafkah.

Siapa pun yang mengeluarkan zakat untuk orang dewasa—selain anak-anaknya yang fakir dan istrinya—tanpa ada perwakilan (wakil) dari orang dewasa tersebut, dan bukan karena kebiasaan yang berkelanjutan, maka zakatnya tidak sah. Hal ini terjadi karena tidak adanya niat ibadah dari orang dewasa yang wajib mengeluarkan zakat itu.

Kewajiban zakat fitrah adalah tanggungan pemberi nafkah di rumah, yaitu ayah atau suami. Oleh sebab itu, istri tidak perlu berniat secara mandiri atau mengatakan, “Suamiku, aku berikan kuasa kepadamu untuk mengeluarkan zakat fitrahku.” Anak yang sudah dewasa, misalnya sudah SMA, tetapi belum mencari nafkah sendiri dan masih berada dalam tanggungan, zakatnya juga ditanggung oleh pemberi nafkah. Anak tersebut tidak perlu berniat mewakilkan kepada ayahnya.

Demikian pula jika selama ini kepala rumah tangga memiliki adik yang sudah baligh tetapi masih ikut makan di rumahnya dan masih diberi nafkah, meskipun adik tersebut sedang magang atau bekerja. Untuk orang-orang yang dinafkahi ini, mereka tidak perlu niat mewakilkan.

Setiap individu pada dasarnya harus berniat (mengeluarkan zakat fitrah), tetapi karena yang mengeluarkan adalah kepala keluarga, cukuplah ia berniat atas nama orang-orang yang selama ini dinafkahinya. Pengecualian berlaku jika orang tersebut sudah dewasa dan mampu mandiri, hidup berpisah rumah, dan telah diberi kemudahan oleh Allah untuk menanggung keluarganya sendiri. Apabila orang tua ingin mengenang masa lalu, misalnya ingin mengeluarkan zakat fitrah untuk semua anak beserta cucu dan menantu, maka harus meminta izin. Seseorang dapat menghubungi anaknya, “Nak, bagaimana kalau zakat kamu, istrimu, dan anak-anakmu (cucu Kakek) tahun ini Kakek yang bayar?” Hal itu dilakukan karena ingin mengenang masa-masa dahulu ketika mereka berkumpul di rumah. Ayah merasa senang saat membayarkan zakat fitrah dalam jumlah banyak. Tindakan ini diperbolehkan.

Namun, jika ayah membayarkan zakat tanpa menelepon anak-anaknya terlebih dahulu, lalu mengirim pesan, “Alhamdulillah, zakat fitrah kalian sekeluarga sudah Ayah bayarkan,” hal ini tidak sah karena tidak ada niat atau izin dari pihak yang wajib.

Contoh Penunaian Zakat Fitrah tanpa Niat

Apa yang dilakukan oleh sebagian lembaga sosial dengan mengeluarkan zakat sebelum diserahterimakan dari muzaki (pemberi zakat) dan tanpa adanya perwakilan dari mereka, maka apa yang dikeluarkan itu tidaklah cukup karena tidak adanya niat. Zakat tidak sah karena tidak adanya niat dari muzaki pada saat dikeluarkannya zakat tersebut.

Terkait pelaksanaan di Indonesia, belum diketahui apakah ada tindakan serupa yang dilakukan oleh lembaga amil zakat, DKM, atau pihak lainnya. Sementara itu, di Arab Saudi, sebagian orang yang ingin menunaikan zakat fitrah merasa repot untuk mencari rumah-rumah fakir miskin. Jika seseorang mengetuk pintu rumah-rumah saat menuju masjid, kemungkinan besar pintu tersebut tidak akan dibukakan.

Apa yang dilakukan oleh sebagian lembaga sosial, yaitu mengeluarkan zakat sebelum diserahterimakan dari muzaki (pemberi zakat) dan tanpa adanya perwakilan dari muzaki, maka yang mereka keluarkan itu tidak sah. Hal ini terjadi karena tidak adanya niat dari muzaki pada saat zakat tersebut dikeluarkan.

Belum diketahui secara pasti apakah ada tindakan serupa yang dilakukan oleh lembaga amil zakat di Indonesia, Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), atau pihak lain. Adapun di Arab Saudi, sebagian orang yang ingin menunaikan zakat fitrah merasa kesulitan mencari rumah-rumah fakir miskin. Jika seseorang mengetuk rumah untuk memberikan zakat, kemungkinan besar pintu tidak akan dibukakan, dan sulit pula menentukan apakah seseorang benar-benar miskin atau tidak.

Maka, umumnya zakat diserahkan kepada lembaga sosial. Lembaga sosial yang menerima donasi biasanya mendapatkan wewenang dari negara untuk melakukan penunaian zakat ini. Dahulu, di masjid-masjid besar yang ramai jamaah tarawihnya di Riyadh, jika sudah masuk malam 27 atau malam 28 Ramadhan, akan ada dua truk besar di area masjid. Satu truk berisi beras yang sudah dikemas dalam kantung-kantung ukuran satu zakat fitrah (3 liter), dan satu truk lagi kosong. Orang yang ingin berzakat bisa membeli beras dari truk yang berisi. Misalnya, seseorang membeli enam kantung yang per kantungnya seharga 10 riyal (total 60 riyal), lalu mengambil enam kantung beras tersebut.

Kantung-kantung beras tersebut sudah dibuatkan dalam ukuran satu sha’ sehingga memudahkan penunaian. Setelah membeli, beras itu diwakilkan kepada truk kosong yang tertera sebagai hak yayasan sosial agar didistribusikan. Biaya distribusi tersebut tidak gratis; setiap zakat dikenakan biaya 2 riyal. Biaya ini jauh lebih murah daripada berkeliling mencari mustahik (penerima zakat) yang mungkin menghabiskan 30 riyal. Zakat diletakkan di truk kosong dan diberikan biaya 2 riyal sebagai operasional.

Amil (pengelola zakat) dalam zakat fitrah tidak bisa mengambil jatah dari beras zakat itu sendiri. Oleh karena itu, uang 2 riyal tersebut digunakan sebagai biaya operasional mereka. Mereka harus bersiap di malam hari karena ada orang yang datang kapan saja untuk berzakat. Walaupun di Riyadh lembaga sosial bekerja tanpa tidur semalaman untuk mendistribusikan zakat, tapi bisa saja di pagi hari muzaki datang, menaruh beras di depan kantor lembaga sosial, dan memberikan uang 2 riyal, yang kemudian merepotkan pihak lembaga.

Maka, sebagian lembaga membuat kebijakan dengan memperkirakan total zakat yang akan diterima. Misalnya, mereka memperkirakan menerima 5 ton, tetapi baru diterima 4 ton. Akhirnya, mereka membeli 1 ton beras lagi agar genap 5 ton untuk diserahkan kepada fakir miskin malam itu juga. Satu ton yang dibeli itu berfungsi sebagai pengganti zakat yang belum diterima. Di sinilah muncul permasalahan: atas nama siapa zakat ini? Siapa yang berniat? Jika lembaga yang berzakat, hal ini tidak sah. Pentingnya niat mengharuskan lembaga menerima zakat terlebih dahulu dari muzaki barulah diserahkan, meskipun kebijakan pembelian di awal tadi niatnya baik. Lembaga harus memastikan niat itu berasal dari muzaki (orang yang berzakat).

Lihat juga: Program Zakat Fitrah

Ditrankrip oleh Tim LAZ Rabbani dari kajian Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi | Tashilul Fiqh Kamis, 27 Ramadhan 1446 H / 27 Maret 2025 M.

Bagikan Artikel

Artikel Terkait

Siapa Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah? Zakat fitrah wajib dikeluarkan atas setiap muslim dan muslimah, baik…

Ukuran zakat fitrah adalah satu sha’ dari bur (gandum), atau dari sereal (sya’ir), atau dari tepung…

Disunahkan mengeluarkan zakat fitrah pada hari Id sebelum shalat. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar…

Perdalam Ilmu Zakat dan Fiqh Muamalah, Langganan Sekarang!

Subscription Form
Scroll to Top