Tipu Muslihat dalam Zakat

Artikel ini membahas mengenai upaya mencari celah untuk menghindari kewajiban menunaikan zakat. Jika seseorang mengakali hukum yang dibuat oleh manusia, hal itu mungkin mudah dilakukan. Namun, ketentuan yang ditetapkan oleh Allah Jalla Fī ‘Ulāh mustahil dapat diakali karena Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
Seorang tabi’ut tabi’in, Ayub As-Sikhtiyani, pernah ditanya tentang pengelabuan atau pengakalan dalam muamalah atau transaksi bisnis. Beliau berkata, “Mereka menipu Allah sebagaimana mereka menipu anak-anak kecil. Allah Maha Mengetahui, tentu Dia tidak dapat ditipu.”
Fenomena mencari celah untuk menghindari kewajiban zakat ini banyak terjadi di kalangan umat Islam. Pembahasan ini merujuk pada bab keempat dari kitab Syarh ‘Umdatul Fiqh karya Prof. Dr. ‘Abdullah bin Jibrin.
Hukum Tipu Muslihat dalam Zakat
Melakukan tipu muslihat untuk menggugurkan kewajiban zakat adalah haram. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama (jumhur ahlul ‘ilm). Hanya sebagian kecil ulama fikih yang membolehkan hal tersebut. Oleh karena itu, perselisihan pendapat dalam bab ini tidak dianggap karena bertentangan dengan dalil-dalil (nash-nash) syariat.
Pendapat yang membolehkan disebut pendapat syadz (aneh/sendiri), yakni pendapat yang bertentangan dengan dalil syar’i atau bertentangan dengan ijmak (konsensus ulama). Dalam kasus ini, perbuatan tersebut bertentangan dengan banyak nas syariat yang memerintahkan pembayaran zakat dan ketaatan kepada Allah, sehingga perselisihannya tidak diakui.
Dalam fikih, tidak semua perselisihan ulama (khilaf) diakui. Perselisihan yang diakui (khilaf mu’tabar) adalah jika pendapat yang menentang tidak bertentangan dengan nash yang sharih atau ijmak, serta dalil yang digunakan masih memungkinkan untuk digunakan. Khilaf mu’tabar tidak boleh diingkari. Inilah yang menjadi kaidah ulama, “Laa ingkaara fī al-khilaaf” (Tidak boleh mengingkari sesuatu yang diperselisihkan oleh ulama, tetapi perselisihan yang mu’tabar).
Sebaliknya, perselisihan yang bertentangan dengan nash syariat atau ijmak ulama disebut khilaf ghairu mu’tabar. Pelakunya wajib diberi peringatan, dilakukan amr ma’ruf nahi munkar, dan diingkari perbuatannya. Kasus khilaf ghairu mu’tabar ini banyak terjadi dalam muamalah, seperti masalah perbankan konvensional, dimana masih ada ulama yang mengatakan boleh, ini dianggap khilaf syadz dimana khilafnya tidak dianggap. Karena secara ijmak ulama fikih dunia dalam berbagai muktamar internasional yang dihadiri ratusan ulama seluruh dunia, mereka sepakat bank konvensional dihukumi riba dan haram. Begitu pula halnya dalam masalah zakat.
Selanjutnya: Contoh Tipu Muslihat dalam Zakat
Ditrankrip oleh Tim LAZ Rabbani dari kajian Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi | Tashilul Fiqh Kamis, 20 Maret 2025 M \ 20 Ramadhan 1446 H
Bagikan Artikel
Tags
Artikel Terkait

Siapa Yang Wajib Mengeluarkan dan Berhak Menerima Zakat Fitrah?
Siapa Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah? Zakat fitrah wajib dikeluarkan atas setiap muslim dan muslimah, baik…

Ukuran Zakat Fitrah adalah Satu Sha’
Ukuran zakat fitrah adalah satu sha’ dari bur (gandum), atau dari sereal (sya’ir), atau dari tepung…

Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Disunahkan mengeluarkan zakat fitrah pada hari Id sebelum shalat. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar…
