Hadits Manajemen 1: Keikhlasan dalam Bekerja

Hadits pertama yang disampaikan penulis dalam kitab Al-Arbaun Al-Idariyah adalah hadits tentang ikhlas dalam bekerja. Hadits ini tidak asing, diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia mendapatkan Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya itu karena dunia yang ingin didapatkan atau wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya ke arah apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini merupakan hadits yang paling agung. Para ulama sepakat akan keshahihan hadits ini dan diterima.
Ikhlas sebagai Inti Manajemen
Seperti yang telah disebutkan dalam muqaddimah, inti dari permasalahan manajemen adalah pegawai. Penulis memfokuskan perhatiannya di sini kepada pegawai atau orang yang bekerja, yaitu orang yang melakukan aktivitas dan mengendalikan manajemen (idarah).
Kajian sebelumnya: Mengenal Kitab Al-Arbaun Al-Idariyah (40 Hadits Tentang Manajemen)
Ketahuilah para pegawai, dan siapa pun, bahwasanya keikhlasan dalam bekerja merupakan bagian yang terbesar dalam beribadah kepada Rabb-nya. Seorang muslim, selain ibadah shalat, puasa, zakat, dan seterusnya, bekerja juga merupakan bagian dari ibadah. Aktivitas kerja hendaknya menjadi nilai ibadah, berbeda dengan orang nonmuslim.
Definisi ibadah adalah:
اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ
“Sebuah deskripsi yang maknanya luas, mencakup setiap apa yang Allah ridai dan Allah cintai dari semua perkataan dan semua perbuatan, baik yang nampak maupun tersembunyi.”
Jadi, ibadah bukan hanya ibadah mahdhah (shalat, puasa, zakat), tetapi juga ibadah saat bekerja di luar, mencari nafkah, dan mengelola manajemen sesuai dengan aturan.
Yang terpenting sebelum segala sesuatu adalah menanamkan keikhlasan dalam beribadah dan bekerja di dalam hati. Pegawai sudah semestinya layak untuk menunaikan pekerjaannya dengan ikhlas.
Pekerjaan diibaratkan seperti sedang shalat. Pegawai harus bekerja dengan khusyuk, berharap pahala yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tujuannya adalah agar menjadi hamba-hamba Allah yang terpilih dengan cara menunaikan kebutuhan manusia dan mencukupi kebutuhan mereka. Dengan demikian, diharapkan menjadi orang-orang yang merasa aman dari azab Allah ‘Azza wa Jalla di hari kiamat.
Keutamaan dan Peran Hadits Keikhlasan
Pentingnya hadits ini diungkapkan oleh Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah yang berkata: “Kalau aku menyusun sebuah kitab dalam berbab, aku jadikan hadits Umar bin Al-Khattab ini (tentang amal bin niat) di setiap babnya.” Saking pentingnya, beliau juga berkata: “Orang yang hendak menyusun sebuah kitab, hendaknya dia memulainya dengan hadits al-a’malu bin niyat sebagai pengingat.”
Oleh karena itu, Imam Bukhari mencantumkan hadits ini di dalam Shahih-nya, dan Imam Nawawi mencantumkannya di Arba’in Nawawiyah serta Riyadhus Shalihin. Tujuannya, ketika membuka kitab, hal yang pertama kali dibaca adalah “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya…”, sehingga langsung teringat bahwa agar diberkahi dan mendapat pahala, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki amal didasari keikhlasan.
Ikhlas adalah sebab yang dapat menolong untuk memperbaiki pekerjaan dan menyelesaikannya. Dari hadits ini, dipahami bahwa jika ingin ditolong oleh Allah ‘Azza wa Jalla, aktivitas harus didasari dengan ikhlas.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya mendapatkan itu (kepada Allah dan Rasul-Nya).” Artinya, Allah membantu dan menolong. Kebalikannya, jika bukan karena Allah, Allah akan meninggalkan dan menyerahkan urusannya pada dirinya sendiri.
Oleh karena itu, aktivitas apapun, jika ingin berkah dan ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, harus dilakukan dengan ikhlas. Ikhlas merupakan pendorong yang besar dan motivasi yang kuat bagi seorang mukmin untuk terus melakukan amal, menyempurnakannya, dan menuntaskannya.
Pekerja yang betul-betul ikhlas dalam amalnya pasti akan bekerja dengan semangat yang tinggi. Sebab, dia mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dia yakini akan membalas keikhlasan dan perhatiannya terhadap amal. Orang ikhlas sangat perhatian dan bertanggung jawab pada pekerjaannya.
Oleh karena itu, ikhlas tidaklah ada pada sebuah amalan melainkan amalan itu akan menjadi yang paling bagus. Ikhlas mendorong pekerja untuk melakukan pekerjaan dengan giat dan semangat, walaupun tidak ada seorang pun yang memperhatikannya. Berbeda dengan orang yang tidak ikhlas, yang cenderung malas jika sendiri dan pura-pura rajin jika ada atasan. Orang Islam bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan karena merasa selalu dilihat oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Orang ikhlas merasa dilihat oleh Allah ‘Azza wa Jalla, merasa Allah bersama dia, dan Allah mengetahui aktivitasnya.
Penulis berkata: “Apabila engkau ingin nyaman, ingin tenang, tidak merasa berdosa, dan tidak lalai, maka kerjalah dengan didasari keikhlasan dan kesungguhan, niscaya engkau akan mendapati apa yang engkau inginkan.”
Orang ikhlas yang masuk dan pulang kerja tepat waktu akan mengambil gaji dengan tenang dan nyaman karena itu haknya. Dengan keikhlasan, gaji yang diterima sebagai balasan dari pekerjaan menjadi halal. Makanan yang dimasukkan ke mulut sendiri dan keluarga juga menjadi halal.
Berkhidmat kepada Umat dengan Ikhlas
Wahai pegawai, apa pun kondisinya dan di tempat mana pun bekerja, duduk di kursi saat ini tujuannya adalah untuk berkhidmat kepada manusia, menyelesaikan urusan mereka, dan menunaikan amanat yang dipikul.
Sambutan yang baik dengan senyum yang ceria, serta menampakkan perhatian kepada orang yang datang membawa urusannya, engkau akan mendapatkan hatinya. Ketika orang menyambut dengan ramah, mereka dapat memiliki hati orang lain, membuat orang merespons dengan pujian.
Bahkan, walaupun tidak menyelesaikan urusan atau kebutuhan mereka, sambutan yang baik dapat membuat mereka keluar dengan jiwa yang ridha, lisannya penuh dengan pujian dan doa, bahkan bisa jadi memuji dan mengangkat nama baik di setiap majelis, semua ini karena akhlak yang bagus. Apalagi jika dapat menyelesaikan keperluan dan memudahkan urusan mereka?
Lihatlah hasil yang didapatkan:
- Mendapatkan hati orang.
- Disebut-sebut dengan baik.
- Sebelum itu semua, mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Dan ucapan yang baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Juga sabda beliau:
مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ
“Siapa yang menunaikan hajat keperluan saudaranya, Allah akan membantu hajatnya.” (HR. Bukhari)
Dan sabda beliau:
مَن كانَ في حَاجَةِ أخِيهِ كانَ اللَّهُ في حَاجَتِهِ
“Allah senantiasa membantu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Serta sabda beliau:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia yang lain.” (HR. Ibnu Hibban, At-Thabrani)
Jadi, pegawai berada dalam ibadah meskipun sedang duduk di kantor. Hendaknya terus semangat dan antusias untuk memberikan manfaat kepada manusia. Niscaya akan didapatkan taufik di dunia dan di akhirat, mendapatkan pujian yang bagus dan dimuliakan oleh orang lain di dunia, serta mendapatkan pahala yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhirat. Semua itu didapatkan dari pekerjaan.
Orang yang mendapatkan taufik adalah siapa yang Allah ‘Azza wa Jalla kasih taufik. Mudah-mudahan semua diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendapatkan apa yang disampaikan oleh penulis.
Ditrankrip oleh Tim LAZ Rabbani dari kajian Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. Hafidzahullah | Kajian pada Senin, 7 Juli 2025 / 11 Muharram 1447 H. Video kajian: YouTube LAZ Rabbani
Bagikan Artikel
Tags
Artikel Terbaru
Kategori
Artikel Terkait

Hadits Manajemen 4: Menjaga Kehormatan dalam Mencari Harta
Hadits keempat pada kitab Al-Arbaun Al-Idariyah berkaitan dengan menjaga kehormatan dalam mencari harta. Umat Islam sangat…

Hadits Manajemen 3: Memberikan Kemudahan dalam Bermuamalah
Hadits ketiga pada kitab Al-Arbaun Al-Idariyah ini berkaitan dengan kemudahan dalam bermuamalah. Umat Islam dianjurkan untuk memudahkan…

Hadits Manajemen 2: Profesionalisme dalam Bekerja
Hadits kedua pada kitab Al-Arbaun Al-Idariyah ini berkaitan dengan “Menyempurnakan Pekerjaan (Profesionalisme) adalah Jalan Meraih Cinta…
