Hadits Manajemen 4: Menjaga Kehormatan dalam Mencari Harta

Hadits keempat pada kitab Al-Arbaun Al-Idariyah berkaitan dengan menjaga kehormatan dalam mencari harta.
Umat Islam sangat membutuhkan bimbingan dari Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terkait masalah agama. Orang yang pintar dalam ilmu dunia tetapi tidak memiliki ilmu agama adalah hal yang tercela. Hal ini banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits.
Diambil salah satu ayat dalam Surah Ar-Rum, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia, sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.” (QS. Ar-Rum [30]: 7)
Mufasirin membawakan perkataan Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah mengenai ayat ini. Beliau pernah berkata:
“Demi Allah, salah seorang dari mereka (sangat pandai) tentang ilmu dunianya, sampai-sampai mampu membolak-balikkan dirham (uang koin) dengan kukunya, lalu memberitahukan kepada Anda tentang berat (timbangan)nya. Saking pandainya dalam urusan dunia, tetapi sayangnya, dia tidak pandai shalat. Dia tidak mengerti shalat.”
Ini adalah sifat tercela. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan orang yang hanya tahu yang zahir dari kehidupan dunia, tetapi lalai dari akhirat. Seseorang mungkin memiliki gelar tinggi dan menjabat posisi penting, dinilai hebat di dunia, tetapi di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ada nilainya apabila tidak pandai dalam ilmu agama.
Seseorang perlu menuntut ilmu dengan harapan tidak termasuk ke dalam golongan yang dicela oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Contohnya, yang disebutkan Hasan Al-Bashri, orang yang paham dunia tetapi tidak mengerti shalat, wudhu, atau tidak mengerti cara membayar zakat, tidak mengerti bahwa zakat mal wajib dibayarkan setahun sekali. Banyak orang hanya mengetahui zakat fitrah saja, padahal rukun Islam yang ketiga mencakup zakat mal.
Seorang muslim harus memperhatikan tiga hal ini, sebagaimana yang dipanjatkan dalam doa: ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik (thayyib), dan amal yang diterima. Seorang muslim senantiasa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diberikan rezeki yang thayyib, yaitu rezeki yang baik dan halal.
Menjaga Kehormatan dalam Mencari Harta
Pada hadits keempat ini, pembahasan berfokus pada العفة في كسب المال (Al-’Iffatu fi Kasbil Mal), yaitu menjaga kehormatan diri dalam mencari harta atau rezeki. Judul ini sangat penting karena menyangkut kehormatan seorang muslim dalam mencari rezeki. Kaidah dan aturannya ada tersendiri. Seorang muslim harus senantiasa mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadits yang dibahas adalah hadits dari Abdullah bin Amr ibnul Ash radhiallahu anhuma, yang berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أربعٌ إذا كنَّ فيك فلا عليك ما فاتك من الدُّنيا : حِفظُ أمانةٍ وصدقُ حديثٍ وحُسنُ خَليقةٍ وعِفَّةُ طُعمةٍ
“Ada empat hal, apabila empat hal itu ada pada dirimu, maka kamu tidak akan merugi dengan apa yang luput dari duniamu: (1) Menjaga amanat, (2) Benar dalam bicara (jujur), (3) Akhlak yang baik, (4) Menjaga kehormatan diri dalam makanan (dalam mencari rezeki dan membelanjakannya).” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Empat perkara inilah yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika ada pada diri, seseorang tidak akan merugi dengan sesuatu yang luput darinya dalam masalah dunia.
Bahaya Kehinaan Mencari Harta Haram dan Pentingnya Kehati-hatian
Penulis Hafidzahullahu Ta’ala berkata bahwa antara tumpukan kebinasaan dan kuatnya dorongan untuk terjatuh pada kubangan yang busuk dan lumpur yang jelek, yang dapat membuat orang terperosok dan hampir-hampir tidak dapat mengangkat kepalanya kecuali sudah terkotori dan ternodai dengan kotoran harta yang haram.
Harta haram ini diiming-imingi, dijanjikan, dan dihias-hias oleh setan, sehingga manusia tidak peduli lagi untuk mencari rezeki dari usaha yang halal. Segala yang haram ia ambil.
Dalam Al-Qur’an, Surah Fatir ayat 8, Allah Ta’ala berfirman:
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ…
“Maka, apakah sama dengan orang yang dihiasi keburukan amalnya, lalu dia menganggapnya baik? Sungguh, Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Fatir [35]: 8)
Ayat ini menegaskan bahwa orang yang dihias-hiasi keburukan amalnya oleh setan, sehingga ia melihat amalan yang buruk itu menjadi bagus, tidaklah sama dengan orang yang lurus.
Orang yang memakan makanan yang haram tidak akan mendapatkan kelezatan (kenikmatan) dalam kehidupan, seperti yang didapatkan oleh orang yang menjaga kehormatannya dalam mencari sesuap rezekinya.
Orang yang betul-betul menjaga kehormatan dirinya (al-iffah) dalam mencari rezeki, meskipun hidup seadanya, akan mendapatkan kenikmatan hidup yang luar biasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan kenikmatan tersebut. Ketika seseorang menjaga kehormatannya dan bersabar, ia akan mendapatkan berkah. Sebaliknya, orang yang mencari yang haram, meskipun banyak uang dan hartanya, pasti hidupnya tidak enak. Orang yang memakan yang haram pasti tidak akan mendapatkan kelezatan dalam hidupnya.
Wahab Ibnul Ward Rahimahullah berkata mengenai masalah memakan yang haram ini:
لَوْ قُمْتَ قِيَامَ السَّارِيَةِ مَا نَفَعَكَ حَتَّى تَنْظُرَ مَا يَدْخُلُ بَطْنَكَ
“Seandainya engkau berdiri sepanjang malam untuk shalat malam, dan berdirinya seperti berdirinya tiang, hal itu tidak akan bermanfaat untuk dirimu sampai engkau memperhatikan apa yang masuk ke perutmu.”
Ulama sangat memperhatikan masalah al-iffah, yakni kehormatan diri dalam mencari rezeki. Jika seseorang shalat malam sepanjang malam dengan khusyuk, berdiri diam seperti tiang, tetapi di siang harinya ia mencari rezeki dari yang haram, hal itu tidak bermanfaat.
Penulis berkata: “Sesungguhnya kami sekarang ini menyaksikan masa, di mana masa ini telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang tenggelamnya manusia kepada yang haram.”
Penulis membawakan dalil dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Sesungguhnya akan datang kepada manusia suatu masa di mana seseorang tidak peduli lagi dengan apa yang dia ambil dari harta, apakah dari yang halal atau dari yang haram.” (HR. Bukhari)
Di zaman ini, orang-orang terlihat tidak peduli dengan sumber harta, baik halal maupun haram. Bahkan, sebagian orang berkata, “Yang haram saja susah, apalagi yang halal.” Hal ini menunjukkan keputusasaan dan ketidakpahaman akan bahaya mengonsumsi dan mencari yang haram. Oleh karena itu, penting untuk mendakwahkan bahaya mencari rezeki yang haram, sebab hal itu dapat menghilangkan keberkahan.
Seseorang boleh berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diberikan harta dan anak yang banyak. Dalilnya terdapat dalam kisah Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu.
Ibunda Anas bin Malik datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, ini Anas, pelayanmu. Dia ingin berkhidmat kepadamu. Mohon doakan Anas.”
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa:
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ
“Ya Allah, perbanyaklah hartanya, perbanyaklah anaknya, dan berkahilah apa yang Engkau berikan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Doa meminta banyak anak dan banyak harta dibolehkan. Namun, yang paling penting adalah berkah atau tidaknya harta tersebut. Itulah sebabnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ (dan berkahilah apa yang Engkau berikan kepadanya).
Apa artinya harta banyak jika tidak berkah? Doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diijabah. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu di masa itu memiliki perkebunan kurma yang sangat luas.
Kebun kurma Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkat doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghasilkan panen dua kali dalam setahun, sementara kebun lain hanya sekali. Hartanya melimpah ruah dan berkah. Yang terpenting adalah keberkahan harta, bukan kuantitasnya.
Anak keturunan Anas bin Malik juga banyak, mencapai sekitar 125 orang. Begitu besarnya berkah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan, sampai-sampai di antara keturunannya yang datang kepada Anas bin Malik tidak dikenali sebagai anaknya.
Setiap muslim mendambakan keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ingin mendapatkan doa dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Salah satu jalan untuk mendapatkan doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah dengan tidak tidur setelah Subuh. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku pada pagi harinya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Orang yang tidak beraktivitas baik di pagi hari, seperti tidur, sepertinya tidak mendapatkan doa ini. Perawi hadits ini, Sakhr Al-Ghamidi, ketika mengetahui hadits ini, beliau mengirimkan dagangannya di pagi hari. Beliau mengutus anak buahnya untuk berdagang di pagi hari. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memberikan berkah kepadanya, sehingga ia menjadi kaya dan banyak hartanya. Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, setelah shalat Subuh hendaknya tidak tidur lagi, tetapi melakukan aktivitas yang baik seperti membaca Al-Qur’an, berolahraga, atau langsung bekerja.
Ciri Pekerja yang Bersih dan Jujur
Pekerja yang bersih (an-nazih) dan pegawai yang jujur (ash-shadiq) serta amanah adalah dia yang menjauhkan dirinya dari semua wasilah (sarana) yang menghantarkannya kepada usaha yang haram.
Dia menjauhkan diri dari hal-hal yang samar (syubhat), apalagi dari yang sudah jelas haram. Hal-hal yang syubhat saja dijauhi karena berpotensi menyeretnya kepada yang haram.
Pegawai yang amanah mengetahui bahaya riswah (suap) dan akibat buruknya di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pegawai yang bersih akan menghindari suap.
Rezeki yang halal itu ada. Hanya diperlukan pencarian dan kesabaran. Allah ‘Azza wa Jalla pasti akan memberikan karunia-Nya dan kemurahan-Nya. Jangan terprovokasi oleh anggapan bahwa mencari yang haram saja susah apalagi yang halal.
Seorang muslim harus bersabar dan bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang pentingnya tawakal, mengambil perumpamaan dari burung:
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung. Ia pergi pada pagi hari dari sarangnya dalam keadaan perut kosong, dan pulang di sore hari dalam keadaan perut berisi.” (HR. Tirmidzi)
Burung adalah model tawakal yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tunjukkan rezekinya. Jadi, sabar adalah kunci.
Bentuk-Bentuk Mencari Harta Haram
Penulis menyebutkan bahwa mencari rezeki atau harta dari yang haram (min sammil mal) memiliki berbagai bentuk, di antaranya:
1. Menipu: Menipu orang lain dengan mengambil uang tambahan atau harta lebih, atau menipu orang dalam transaksi jual beli. Ini jelas haram dan memiliki ancaman besar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda terkait transaksi jual beli:
فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Apabila keduanya (penjual dan pembeli) jujur dan menjelaskan (kondisi) barang apa adanya, maka diberkahi bagi keduanya dalam jual belinya. Dan apabila keduanya berdusta dan menyembunyikan aib, maka dicabut keberkahan jual belinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pengaruh kecurangan sangat besar. Orang yang curang tidak akan diberkahi, meskipun ia menjadi kaya atau beruntung sesaat karena menipu. Keuntungan tanpa berkah tidaklah berarti.
2. Mencuri harta mereka.
3. Mengambil secara paksa/menggosobnya (Ghasb).
4. Mengambil riswah (suap).
5. Memakan harta dari jenis-jenis kedzaliman atau harta yang haram yang tersebar di antara manusia dan menjadi banyak.
Penulis Hafidzahullahu Ta’ala memperingatkan tentang bahaya mengonsumsi yang haram: “Memakan makanan yang haram dapat mencegah atau menghalangi terkabulnya doa.”
Inilah yang ditekankan oleh Wahab Ibnul Warad sebelumnya: “Seandainya engkau berdiri sepanjang malam untuk shalat malam, dan berdirinya seperti berdirinya tiang, hal itu tidak akan bermanfaat untuk dirimu sampai engkau memperhatikan apa yang masuk ke perutmu.”
Mengonsumsi yang haram dapat menghalangi doa, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Allah tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan orang-orang yang beriman seperti Allah perintahkan kepada para rasul.”
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para rasul dalam Al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبٰتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًاۗ اِنِّيْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ
“Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun [23]: 51)
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang-orang yang beriman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian menyebutkan tentang seseorang yang sedang melakukan perjalanan panjang (safar). Safar merupakan salah satu kondisi dikabulkannya doa.
Laki-laki tersebut berada dalam kondisi lusuh dan kusut, dengan rambut dan pakaian kusut serta berdebu, saking jauhnya perjalanan yang ditempuh. Dia kemudian mengadahkan kedua tangannya ke langit, yang menunjukkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berada di atas. Sambil mengadahkan tangan, ia berdoa, “Ya Rabbi, Ya Rabbi.”
Terkumpul padanya empat hal yang menjadi sebab doa dikabulkan:
- Melakukan perjalanan panjang (safar).
- Lusuh dan kusut (asy’ats aghbar).
- Mengadahkan tangan ke langit.
- Mengucapkan Rabb (doa dengan perantara menyebutkan Rabb).
Namun, meskipun terkumpul empat kondisi ini, doanya tidak diterima. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Padahal makanannya haram, yang diminum juga dari yang haram, pakaiannya juga demikian haram, dan gizinya juga dari yang haram. Maka, bagaimana doanya bisa dikabulkan?” (HR. Muslim)
Doa seseorang tertolak karena mengonsumsi yang haram. Oleh karena itu, seseorang wajib memeriksa semua yang ada pada dirinya, mulai dari pakaian, makanan, minuman, hingga gizi yang masuk ke dalam tubuh.
Laknat bagi Pelaku Suap (Riswah)
Abdullah bin Amr ibn Ash Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaknat orang yang menyogok dan orang yang disogok.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Orang yang menyuap dan orang yang disuap terlaknat. Terlaknat berarti dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini adalah makna dari laknat.
Keberkahan: Bukan Kuantitas, Melainkan Karunia Allah
Penulis berkata bahwa keberkahan itu murni dari Allah Tabaraka wa Ta’ala. Keberkahan bukan dari banyaknya harta. Apabila harta seseorang diberkahi, Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti akan memalingkan dirinya dari semua musibah dan penyakit. Hidupnya akan nyaman dan bahagia. Sebaliknya, jika harta yang didapat tidak berkah, keberkahan akan hilang.
Orang yang memiliki harta berkah akan mendapatkan kenyamanan pikiran; jiwanya tidak akan gelisah, tidak goncang, dan bisa tidur dengan nyenyak. Harta yang tidak berkah akan membuat tidur tidak nyenyak dan hidupnya susah.
Keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala digapai dengan ketakwaan dan mencari yang halal.
Mencari yang Halal adalah Kewajiban
Mencari yang halal, dan sungguh-sungguh memperhatikannya adalah perkara yang wajib dan keharusan yang pasti. Ini berarti wajib diperhatikan dengan serius.
Hal ini berkaitan dengan pertanggungjawaban di hari kiamat. Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dia ditanya tentang hartanya dari dua sisi: dari mana dia peroleh dan ke mana dia belanjakan.
Wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk sungguh-sungguh mencari yang halal dari usaha, dan yang bersih dari pekerjaan, agar dapat makan yang halal dan berinfak dalam kebaikan.
Maka bergembiralah wahai orang yang menjaga diri dari syubhat dan yang haram! Demi Allah, tidak akan luput dari apa yang mereka kumpulkan dari yang haram. Dan Allah yang menjanjikan itu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
…وَفِي ذٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifin [83]: 26)
Ditrankrip oleh Tim LAZ Rabbani dari kajian Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. Hafidzahullah | Kajian pada Senin, 8 Rabiul Awal 1447 H / 1 September 2025 M. Video kajian: YouTube LAZ Rabbani
Bagikan Artikel
Tags
Artikel Terbaru
Kategori
Artikel Terkait

Hadits Manajemen 3: Memberikan Kemudahan dalam Bermuamalah
Hadits ketiga pada kitab Al-Arbaun Al-Idariyah ini berkaitan dengan kemudahan dalam bermuamalah. Umat Islam dianjurkan untuk memudahkan…

Hadits Manajemen 2: Profesionalisme dalam Bekerja
Hadits kedua pada kitab Al-Arbaun Al-Idariyah ini berkaitan dengan “Menyempurnakan Pekerjaan (Profesionalisme) adalah Jalan Meraih Cinta…

Hadits Manajemen 1: Keikhlasan dalam Bekerja
Hadits pertama yang disampaikan penulis dalam kitab Al-Arbaun Al-Idariyah adalah hadits tentang ikhlas dalam bekerja. Hadits…
